HILANGNYA RUMAH PANJANG HILANGNYA BUDAYA PIRIKNG
Semua suku
Dayak berdiam di rumah – rumah panjang
yang setiap suku mempunyai nama sendiri2 namun yang dimaksudkan adalah rumah
besar dan panjang. Orang Benuaq menyebutnya LOU , orang Tonyooi menyebutnya
Amin, Orang Kenyah menyebutnya Amin Dadoq , ada yang menyebutnya Betang , Lamin
, Balai , Lewu Hante dsb ,
kecuali suku Punan yang mengembara di hutan tanpa memiliki rumah tinggal
yang tetap.
Umumnya LOU ini di bangun dengan
tiang – tiang yang tinggi dari tanah agar supaya binatang buas tidak dapat naik
dan supaya para SUKUQ BALA kata lain dari Pengayau tidak dapat menjuluk orang
diatasnya dengan tombak. Bentuk rumahnya memanjang
karena semua orang boleh menyambung bangunannya sebagai kamar atau bahasa Benuaqnya “ Orok “ berikut
Jayukngnya yaitu dapur
menjadi tempat tinggal mereka. LOU sengaja di buat tinggi – tinggi supaya tidak
terjangkau oleh musuh dan binatang buas.
Didalam Lou selain Mantiq atau Raja dan
keluarganya hidup juga para warganya di dalam bilik- bilik di sebut
dengan “Orok “ . Semakain panjang LOU semakin nyata bahwa pemimpinnya di
senangi . LOU juga bersifat ekonomis karena warganya dapat menyambung
langsung dari rumah induk yang telah mempunyai satu dinding dan membuat tambahan
kamar sendiri yang disebut OROK .
LOU ini berfungsi sebagai
: Tempat perlindungan dari ancaman segala bahaya, baik dari manusia maupun
binatang liar dan buas. Pusat seluruh kehidupan suku ,
karena distulah diselenggarakan upacara – upacara baik yang bersifat sukacita acara
Pelulukng atau pernikahan , acara Belian atau pengobatan orang sakit, NALITN TAUN
atau Pelas Tahun , Besara menggelar
acara pengadilan adat, maupun dukacita
ada Kematian , Kenyau dan Kuangkei . Tempat
berangkat mencari nafkah dan
membawa hasil ke Lou bersama . Lambang
kehidupan komunal yang harmonis .
Kehidupan didalam LOU tidak ada
yang kekurangan dan tidak ada yang hidup berkelebihan karena ada sistim “
Pirikng “ di mana setiap orang yang pulang dari berburu dan mencari ikan berbagi.
LOU juga berarti pusat pendidikan dan
pembinaan bagi kaum muda dan semangat gotong –royong . LOU
adalah salah satu ciri pokok
Kebudayaan Dayak , selain senjatanya yaitu Mandau dan sumpitan , anyaman ,
tembikar serta sistim perladangan. Ciri
– cirri kebudayaan Dayak lainnya adalah kedudukan wanita yang sama didalam
masyarakat juga seni tarinya. Intinya kehidupan di dalam LOU atau rumah panjang adalah topang menopang,
memelihara dan meningkatkan bersama,
merasa memiliki bersama dan merasa ikut bertanggung jawab . Semangat Rumah
panjang juga berintikan solidaritas
social yang tinggi.
Proyek resetelmen penduduk yang
dilaksanakan di Kaltim sejak tahun 1972 ,
demi alasan modernisasi, dengan tujuan untuk mengubah pola pertanian
ladang berpindah menjadi pola pertanian menetap
di provinsi Kalimantan Timur mengakibatkan Lou menjadi rumah kuno dan tidak ada lagi
yang memeliharanya . LOU tidak sesuai
dengan jaman kini , masyarakat
harus`mempunyai rumah sendiri – sendiri, karena tinggal di Lou tidak sehat
tidak higienis . Itulah awalnya lou
tiada lagi , rumah panjang yang merupakan rumah
kebersamaan tidak ada lagi.
Perubahan tempat tinggal dari LOU
ke rumah pribadi masing-masing turut mengubah budaya dan kehidupan social masyarakat dari kebersamaan
menjadi individual . Dengan hilangnya rumah panjang berarti ikut hilang juga
berbagai warisan budaya leluhur nenek
moyang yang berbentuk kearifan lokal
yaitu gotong royong , sistim
pirikng yaitu tradisi berbagi , juga kebersamaan. Secara otomatis membuat orang berjalan
sendiri- sendiri, memikirkan diri dan keluarganya saja dan individualistik .
Sempekat mulai sedikit demi sedikit
tergerus karena orang tidak lagi memiliki kedekatan. Kalau dahulu ketika orok
atau kamar sebelah berburu dan mendapat
binatang buruannya, dia selalu berbagi dengan orok lainnya , “pirikng” namanya.
Demikian juga sebaliknya, tetapi kini hal itu hampir tidak terjadi lagi. Yang ada mungkin di timbang dan ada
harganya. Orang menjadi individualistik
, berujung egois. Demikian juga kalau
ada yang menjala dan mendapat ikan , mereka pasti berbagi dengan orok sebelah –
sebelah namun kini hal itu tidak di jumpai
lagi. Akibatnya perempuan janda
dan anak yatim piatu tidak terpelihara lagi, mereka harus berjuang sendiri-
sendiri. Memang segala sesuatu yang terjadi pasti di lihat dari dua sisi yaitu
positif dan negatifnya. Hilangnya Lou berakibat Dayak tidak lagi menari tarian
Dayak . Dayak menari semakin langka.
Karena biasanya tarian itu ditarikan ketika ada upacara didalam Lou kini
upacara itupun diganti dengan keramaian –keramaian atau upacara – upacara
seremonial yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan pemerintah tentunya orang
– orang yang menanganinya hanya mengambil kesenian orang Dayak , mengatasnamakan orang
Dayak tetapi mereka menjualnya untuk kepentingan kelompoknya sendiri atau
keluarganya. Karena ternyata dimana –
mana di belahan dunia ini orang sangat
menyukai kesenian dan kebudayaan orang Dayak dan itu
menjadi bernilai tinggi dan berujung menjadi proyek.
Lou tidak sehat! karena
di rumah panjang ini di huni dengan banyak keluarga. Rumah di buat
satu-satu atau tunggal oleh Depsos , namun di Daerah Sungai Pahu tidak terkena
proyek tersebut karena tidak berpindah tempat, Ini berlaku di daerah Suku Dayak
Kenyah yang mana mereka berpindah dari
Apau Kayan daerah perbatasan dengan Malaysia ke daerah lain bersebar menuju
kekota. Mereka pindah ke kota supaya
anak – anak mereka dapat bersekolah , dapat lebih mudah mendapat gula dan garam
serta keperluan hidup lainnya. Mereka berpindah secara nomaden , sebahagian
akhirnya sampai di Pampang Samarinda
Kampung – kampung hasil
reselemen penduduk menjadi kampung –
kampung baru yang bagus dan teratur
seperti Datah Bileng , Rukun Damai sekarang Kabupaten Mahakam Ulu setelah
pemekaran dan Meau Baru di daerah Kutai Timur Sangata. Hanya yang nomaden sampai ke Pampang yang tidak sempat terlihat oleh pemerintah karena mereka berpindah
sedikit demi sedikit . Mereka berjuang
sendiri bersama tokoh – tokoh Dayak yang ada di Samarinda untuk mendapatkan
bantuan dan perhatian dari pemerintah sampai
akhirnya Gubernur Kaltim ketika itu bapak HM Ardans, SH menetapkannya menjadi Desa Budaya di tahun
1991.
Sayangnya proyek Reselemen Penduduk semacam ini tidak lagi di
teruskan di jaman reformasi padahal bagus untuk membantu masyarakat lokal yang
tidak mampu membuat rumah yang layak
huni , rumah yang teratur dan
rapi. Sementara pemerintah memindahkan kemiskinan dari pulau Jawa dan pulau
lainnya ke Kalmantan dengan proyek yang bernama transmigrasi diberi
berbagai kemudahan dan modal , sementara penduduk lokal di biarkan menjadi
tetap miskin . Seharusnya transmigrasi itu mengatur dahulu penduduk lokal
dengan fasilitas – fasilitas yang di perlukan baru mengambil orang dari luar ,
sehingga tidak ada kecemburuan social dan kesenjangan hidup.
Penulis menaiki tangga LOU Benung Kabupaten Kutai Barat,Provinsi Kalimantan Timur Indonesia
0 Response to "HILANGNYA RUMAH PANJANG HILANGNYA BUDAYA PIRIKNG"
Post a Comment